Wajib Argometer Melanggar, Izin Dicabut






Sripoku.com.Palembang, Akibat tak menggunakan argometer, tak sedikit pengguna jasa taksi di kota metropolis ini tertipu. Mereka terpaksa mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk jarak tertentu yang mungkin seharusnya bisa dihemat. “Itulah yang sangat kita sayangkan. Segera ditertibkan, apalagi sebentar lagi ada agenda SEA Games XXVI,” ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Palembang Masripin didampingi Kepala Bidang Lalu-Lintas Aturan Jalan dan Rel Kereta Api (Kabid LLAJ dan Rel KA) Agus Supriyanto kepada Sumatera Ekspres di ruang kerjanya kemarin.
Menurut dia, sudah ada aturan yang jelas tentang hal tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35/2003 tentang Penyelenggaraan Orang di Jalan dan Peraturan Daerah (Perda) Palembang Nomor 10/2005 tentang Pembinaan dan Retribusi Angkutan Orang dan Barang, maka setiap taksi yang operasional wajib mengfungksikan argometernya.
“Jadi yang namanya taksi itu harus pakai argometer,” tegas Masripin. Hanya, sambungnya, saat ini para warga belum terbiasa dan tidak mau menggunakan argometer ketika naik taksi. Alasannya takut kena argo kuda sehingga ongkos yang dibayarkan lebih mahal. Akibatnya, mereka memilih menggunakan ongkos borongan sesuai tawar menawar dengan sopir taksi.
Padahal, tambah dia, kekhawatiran tersebut tak harus terjadi. Lantaran, argo di taksi tersebut sudah dicek atau tera secara rutin setahun sekali. Tera dilakukan ketika uji keur kendaran setiap enam bulan sekali atau saat perpanjangan izin operasional. “Tinggal lagi mereka (sopir atau pengelola taksi, red) mau kapan diperiksa,” ungkapnya.
Ia menjamin, taksi yang ada di Palembang sudah sesuai standar dan ketentuan yang ditetapkan. “Makanya, saat naik taksi, minta sopirnya pakai argo,” kata Masripin.
Warga juga diminta lebih teliti melihat kelengkapan dari taksi yang hendak dinaiki, seperti kap di bagian atas mobil, nomor lambung, dan identitas sopir. “INi untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan.”
Namun, lanjutnya, selain mengirimkan surat edaran mengenai penggunaan argo tadi, selama ini pihaknya juga terus berkoordinasi dengan pihak terkait yang pengelola taksi untuk menggelar sosialisasi. Para sopir dikumpulkan, kemudian diberikan pengarahan untuk mengutamakan keselatam penumpang termasuk penggunaan argo.
Bahkan, dalam pemeriksaan yang pernah digelar, pihaknya selalu memeriksa kondisi argometer. Hasilnya, argometer yang dipasang di taksi tersebut hidup dan bisa dioperasikan. Lain halnya jika argometer yang ada ditaksi tersebut mati atau tidak bisa dioperasikan. “Bisa kena sanksi, bahkan izin operasionalnya bisa kita cabut,” tegas Masripin.
Saat ini, di metropolis ada tiga perusahaan pengelola taksi yaitu Balido, Primkopau, dan Kotas dengan total armada 120 unit. Rinciannya, Balido 70 unit, Primkopau 30 unit, dan Kotas 20 unit. “Kotas, armada yang ada sudah diremajakan karena usianya di atas tujuh tahun, Sedangkan Balido tahap peremajaan, sementara Primkopau tahap penjajakan.”
Lanjutnya, sesuai ketentuan taksi yang beroperasi itu berusia maksimal 10 tahun. Bahkan, di sejumlah kota besar, ketika armada taksi berusia 5 tahun, langsung diganti dengan yang baru. “Untuk peremajaan pengelola taksi tadi harus mengajukan usulan kepada Dishub dimana spek, merek atau jenis kendaraan tersebut harus sesuai dengan daftar surat yang ditetapkan oleh Direkrotat Jendarl (Dirjen) Perhubungan. Kalau tidak sesuai, tentu tidak kita terima,” tegasnya.
SEA Games mendatang, seluruh armada taksi harus sudah diremajakan. “Tarif juga pakai argo. Biar tamu atau wisatawan yang datang ke Palembang tidak dirugikan.”
Penggunaan argometer, tambah dia, juga diyakini dapat membuat para pengelola dan sopir taksi bersaing secara kompetitif dan sehat. “Jadi tidak saling merugikan, kan menggunakan argometer sesuai standar nasional,” terang Masripin.
Ia juga berharap pihak ketiga yakni perusahaan penyedia jasa taksi besar tingkat nasional seperti Blue Bird atau President bisa masuk dan membuka usaha di Palembang. “Kita akan undang mereka,” tukasnya.
Sekadar diketahui, sesuai Peraturan Wali Kota (Perwako) Palembang Nomor 43 Tahun 2005, tarif awal taksi sebesar Rp5 ribu, tarif Dasar Rp2.500 dan tarif tunggu sebentar Rp20.000/jam.
Namun, jika perjalanan kurang dari empat kilometer, dan argo menunjukkan angka di bawah Rp15.000 maka tarif minimum ditetapkan sebesar Rp15.000 tanpa memperhatikan angka terdapat di argometer. “Nah, karena dirasa mahal, mereka (warga, red) memilih menggunakan transportasi lain seperti angkot atau bus,” kata Masripin. Memang sekitar awal tahun 2000 pihaknya pernah memaksakan jika taksi harus berkeliling Palembang.
Karena sepi penumpang, para sopir taksi mengeluh jika mereka kerap merugi. Padahal, untuk berkeliling tersebut mereka membutuhkan bahan bakar bagi kendaraannya. Mengenai maraknya taksi gelap yang beroperasi di metropolis, pihaknya sedikit kewalahan. Kendala menertibkannya. Pasalnya, sulit membedakan suatu mobil memang menjemput penumpang bersangkutan atau taksi gelap. "Kan mereka menggunakan mobil pribadi," tukasnya. (mg13)